Syarat Syarat Wudlu

Untuk melakukan shalat seseorang juga diharuskan suci dari hadas. Hadas ada dua macam, yaitu hadas kecil dan hadas besar. Yang masuk dalam kategori hadas kecil adalah hal-hal yang dapat membatalkan wudhu (lihat: Hal-hal yang dapat membatalkan wudhu). Hadas kecil bisa dihilangkan dengan cara berwudhu. Dalil yang menjelaskan tentang kewajiban wudhu sebelum shalat adalah firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Artinya: “Wahai sekalian orang yang beriman, bila kamu berdiri akan melakukan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan sikut, dan usaplah kepalamu, dan (basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki…” QS al Ma’idah 05

Rasulullah saw besabda:

لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

Artinya: “Allah tidak akan menerima shalatnya orang yang hadas sehingga orang itu mengambil wudhu.” (HR Bukhari)

Syarat-syarat Wudhu

Sebelum kita berwudhu, ada sembilan syarat yang harus dipenuhi:

1.     Yakin bahwa dirinya hadas. Jika masih ragu, maka wudhunya tidak sah.

2.     Air yang digunakan harus mutlak

3.     Pada anggota wudhu tidak ada sesuatu yang dapat mengubah sifat air pada saat air dibasuhkan, semisal zat pewarna dan lain sebagainya.

4.     Harus beragama Islam. Wudhu tidak sah dilakukan oleh non muslim.

5.      Pada bagian tubuh yang wajib dibasuh / diusap, tidak ada penghalang yang menyebabkan air tidak sampai pada kulit, semisal lilin, cat dan lain sebagainya. Termasuk penghalang, kotoran mata (Jawa: ketek) dan debu yang menumpuk sehingga dapat menghalangi masuknya air. Bila ada duri yang tertancap pada bagian yang harus dibasuh, maka harus dicabut apabila sebagian dari duri tersebut tampak dari luar. Sebab ketika duri masuk ke dalam tubuh maka daging yang ditancapi duri itu menjadi anggota tubuh bagian luar yang harus dibasuh. Beda halnya jika tidak tampak, maka tidak wajib dicabut karena termasuk anggota tubuh bagian dalam.

6.      Waktu shalat sudah masuk. Syarat ini berlaku hanya bagi orang yang dâ’imul hadas (selalu hadas) seperti wanita yang istihâdhah atau orang yang menderita  penyakit beser.

7.     Tamyîz atau sudah pintar. Oleh karena itu, wudhu tidak sah dilakukan oleh anak kecil dan orang gila.

8.     Mengetahui cara wudhu yang benar.

9.     Tidak ada hal yang mencegah kesahan wudhu, seperti haid dan nifas.

Hukum-hukum Islam

Foto oleh Ahmed Aqtai dari Pexels

Foto oleh Ahmed Aqtai dari Pexels

Hukum Islam yang biasa juga disebut hukum syara' terbagi, menjadi lima :

Wajib ; yaitu suatu perkara yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan mendapat dosa.Wajib atau fardlu itu dibagi menjadi dua bagian : Wajib 'ain ; yaitu yang mesti dikerjakan oleh setiap orang yang mukallaf sendiri, seperti shalat yang lima waktu, puasa dan sebagainya. Wajib kifayah ; yaitu suatu kewajiban yang telah dianggap cukup apabila telah dikerjakan oleh sebagian dari orang -orang mukallaf. Dan berdosalah seluruhnya jika tidak seorangpun dari mereka mengerjakannya, seperti menyembahyangkan mayit dan menguburkannya.

Sunnah ; yaitu suatu perkara yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa. Sunnat dibagi menjadi dua : Sunnat mu'akkad ; yaitu sunnat yang sangat dianjurkan mengerjakannya seperti shalat tarawih, shalat dua hari raya fithri dan adl-hadan sebagainya. Sunnat ghairu mua'kkad; yaitu sunnat biasa.

 H a r a m ; yaitu suatu perkara yang apabila ditinggalkan mendapat pahala dan jika dikerjakan mendapat dosa, seperti minum-minuman keras, berdusta, mendurhakai orang tua dan sebagainya.

M a k r u h ; yaitu suatu perkara yang apabila dikerjakan tidakberdosa, dan apabila ditinggalkan mendapat pahala, seperti makan petai dan berambang mentah dan sebagainya.

 M u b a h ; yaitu suatu perkara yang apabila dikerjakan tidak mendapat pahala dan berdosa, dan jika ditinggalkan juga tidak berdosa dan tidak mendapat pahala. Jelasnya boleh saja dikerjakan dan boleh ditinggalkan.

Tiga Macam Najis

Najis menurut etimologi (bahasa) adalah benda yang kotor. Sedangkan menurut Terminologi (syara’) adalah semua kotoran yang menghalangi sahnya shalat yang dikerjakan selagi tidak terdapati hal yang meringankannya. Adapun Pembagiannya sebagai berikut :

1.     Najis Mukhaffafah

Najis Mukhaffafah yang merupakan air kencingnya bayi laki-laki yang belum makan dan minum selain ASI dan belum berumur dua tahun, dapat disucikan dengan cara memercikkan air ke tempat yang terkena najis.

Cara memercikkan air ini harus dengan percikan yang kuat dan air mengenai seluruh tempat yang terkena najis. Air yang dipercikkan juga mesti lebih banyak dari air kencing yang mengenai tempat tersebut. Setelah itu barulah diperas atau dikeringkan. Dalam hal ini tidak disyaratkan air yang dipakai untuk menyucikan harus mengalir.

2.     Najis mutawassithah

Najis mutawassithah dapat disucikan dengan cara menghilangkan lebih dahulu najis ‘ainiyah-nya. Setelah tidak ada lagi warna, bau, dan rasan najis tersebut baru kemudian menyiram tempatnya dengan air yang suci dan menyucikan. Sebagai contoh kasus, bila seorang anak buang air besar di lantai ruang tamu, umpamanya, maka langkah pertama untuk menyucikannya adalah dengan membuang lebih dahulu kotoran yang ada di lantai. Ini berarti najis ‘ainiyahnya sudah tidak ada danyang tersisa adalah najis hukmiyah. Setelah yakin bahwa wujud kotoran itu sudah tidak ada (dengan tidak  adanya warna, bau dan rasa dan lantai juga terlihat kering) baru kemudian menyiramkan air ke lantai yang terkena najis tersebut. Tindakan menyiramkan air ini bisa juga diganti dengan mengelapnya dengan menggunakan kain yang bersih dan basah dengan air yang cukup. Mengetahui macam dan tata cara menyucikan najis adalah satu ilmu yang mesti diketahui oleh setiap muslim mengingat hal ini merupakan salah satu syarat bagi keabsahan shalat dan ibadah lainnya yang mensyaratkannya.

3.     Najis Mughallazhah

Adapun tata cara mensucikan najis sebagai berikut:

Najis Mughallazhah dapat disucikan dengan cara membasuhnya dengan air sebanyak tujuh kali basuhan di mana salah satunya dicampur dengan debu atau tanah yang suci. Namun sebelum dibasuh dengan air haruslah terlebih dahulu dihilangkan ‘ainiyah atau wujud najisnya. Dengan hilangnya wujud najis tersebut maka secara kasat mata tidak ada lagi warna, bau dan rasa najis tersebut. Namun secara hukum (hukmiyah) najisnya masih ada di tempat yang terkena najis tersebut karena belum dibasuh dengan air. Untuk benar-benar menghilangkannya dan menyucikan tempatnya barulah dibasuh dengan air sebanyak tujuh kali basuhan dimana salah satunya dicampur dengan debu. Pencampuran air dengan debu ini bisa dilakukan dengan tiga cara:

Pertama, mencampur air dan debu secara berbarengan baru kemudian diletakkan pada tempat yang terkena najis. Cara ini adalah cara yang lebi utama dibanding cara lainnya.

Kedua, meletakkan debu di tempat yang terkena najis, lalu memberinya air dan mencampur keduanya, baru kemudian dibasuh.

Ketiga, memberi air terlebih dahulu di tempat yang terkena najis, lalu memberinya debu dan mencampur keduanya, baru kemudian dibasuh.

Wallahu a’lam bish Sowab.