Rukun dan Syarat Perkawinan
Perkawinan dalam Islam dianggap sah apabila telah memenuhi rukun-rukun dan syaratnya yang telah digariskan oleh para fuqaha. Disini memang harus dibedakan antara rukun dan syarat perkawinan. Menurut Prof. Dr. Mahmud Yunus yang telah menyebutkan dalam bukunya Hukum Perkawinan dalam Islam, masalah perbedaan antara rukun dan syarat perkawinan sebagai berikut:
Perbedaan antara rukun dan syarat perkawinan sebagian dari hakikat perkawinan, seperti laki-laki, perempuan, wali akad nikah dan sebagainya. Semua itu adalah hakikat perkawinan dan tidak dapat terjadi jika tidak ada, misalnya laki-laki dan perempuan. Maka demikian itu dinamai dengan rukun perkawinan, tetapi tidak termasuk dalam bagian hakikat perkawinan, misalnya syarat wali untuk laki-laki, baligh, beragama dan sebagainya”.[1]
Sedangkan dalam fiqih Islam menyebutkan bahwa jika suatu perkawinan itu tidak memenuhi syarat-syaratnya maka perkawinan tersebut dinamakan fasid (rusak), jika tidak memenuhi rukun-rukun perkawinan disebut bathil sebagaimana tercantum dalam al-Fiqhu al-Madzhib al-Arba’ah karya Abdurrahman al-Jaziri, yaitu sebagai berikut:
Nikah fasid adalah nikah yang tidak memenuhi salah satu dari syarat-syaratnya, sedangkan nikah bathil adalah nikah yang tidak memenuhi rukunnya. Hukum fasid dan bathil adalah sama.[2]
Adapun syarat-syarat perkawinan masuk pada setiap rukun perkawinan, setiap rukun perkawinan mempunyai syarat masing-masing yang harus ada pada rukun tersebut. Misalnya salah satu rukun nikah adalah calon suami, maka calon suami harus harus memenuhi beberapa syarat agar perkawinannya menjadi sah. Jadi antara syarat dan rukun menjadi satu rangkaian.
Rukun perkawinan sebagaimana yang disebutkan dalam kitab al-Fiqhu al-Madzhib al-Arba’ah ada lima, yaitu:
1. Calon suami,
2. Calon istri,
3. Wali,
4. Dua orang saksi, dan
5. Sighat (ijab dan qabul).
Dalam Kompilasi Hukum Islam bahwasanya rukun perkawinan terdapat pada pasal No. 15 Tahun 1991 tentang KHI. Kemudian dari kelima rukun perkawinan maka teradapat syarat-syarat yang menjadikan sahnya suatu perkawinan, yaitu:
1. Mempelai laki-laki, adapun syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:
a. Beragama Islam,
b. Terang laki-lakinya (bukan banci atau belum jelas bahwa ia laki-laki),
c. Terang orangnya,
d. Tidak ada paksaan dan dengan kemampuannya sendiri,
e. Bukan mahramnya, baik nasab, radla’ atau musaharah,
f. Tidak sedang berihram haji atau umrah, dan
g. Tidak dalam beristri. [3]
2. Mempelai perempuan, adapun syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:
a. Beragama Islam atau ahli kitab, sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 5:
اَلْيَوْمَ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۗ وَطَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حِلٌّ لَّكُمْ ۖوَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖوَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسٰفِحِيْنَ وَلَا مُتَّخِذِيْٓ اَخْدَانٍۗ وَمَنْ يَّكْفُرْ بِالْاِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗ ۖوَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ
Pada hari Ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu Telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. barangsiapa yang kafir sesudah beriman (Tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.[4]
b. Perempuan,
c. Jelas orangnya,
d. Dapat dimintai persetujuannya, dan
e. Tidak terdapat halangan perkawinan. [5]
3. Wali, adapun syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:
a. Laki-laki,
b. Dewasa,
c. Mempunyai hak perwalian, dan
d. Tidak dapat halangan perwaliannya.
4. Saksi, adapun syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:
a. Minimal dua orang laki-laki,
b. Hadir dalam ijab-qabul,
c. Dapat mengerti maksud akad,
d. Islam, dan
e. Dewasa.
5. Ijab dan qabul, adapun syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:
a. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali,
b. Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai pria,
c. Memakai kata-kata kawin, tazwij, atau terjemahan dari kata-kata tersebut,
d. Antara ijab dan qabul bersambungan,
e. Antara ijab dan qabul jelas maksudnya,
f. Orang yang terkait dengan ijab-qabul tidak sedang dalam ihram haji ataupun umrah, dan
g. Majelis ijab dan qabul harus dihadiri minimal lima orang, yaitu calon mempelai pria atau wakilnya, mempelai wanita atau wakilnya, wali, dan dua orang saksi.[6]
Baca Juga Artikel SebelumnyaPembagian Hukum Nikah
[1] Muhammad Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam, (Jakarta: Hidakarya Agung 1991), 15.
[2] Muhammad Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam...., 118.
[3] Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, cet. 3 (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), 71.
[4] Alqur’an dan Terjemahnya...., 86.
[5] Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia...., 100.
[6]Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia...., 72.