Tiga Macam Najis

Najis menurut etimologi (bahasa) adalah benda yang kotor. Sedangkan menurut Terminologi (syara’) adalah semua kotoran yang menghalangi sahnya shalat yang dikerjakan selagi tidak terdapati hal yang meringankannya. Adapun Pembagiannya sebagai berikut :

1.     Najis Mukhaffafah

Najis Mukhaffafah yang merupakan air kencingnya bayi laki-laki yang belum makan dan minum selain ASI dan belum berumur dua tahun, dapat disucikan dengan cara memercikkan air ke tempat yang terkena najis.

Cara memercikkan air ini harus dengan percikan yang kuat dan air mengenai seluruh tempat yang terkena najis. Air yang dipercikkan juga mesti lebih banyak dari air kencing yang mengenai tempat tersebut. Setelah itu barulah diperas atau dikeringkan. Dalam hal ini tidak disyaratkan air yang dipakai untuk menyucikan harus mengalir.

2.     Najis mutawassithah

Najis mutawassithah dapat disucikan dengan cara menghilangkan lebih dahulu najis ‘ainiyah-nya. Setelah tidak ada lagi warna, bau, dan rasan najis tersebut baru kemudian menyiram tempatnya dengan air yang suci dan menyucikan. Sebagai contoh kasus, bila seorang anak buang air besar di lantai ruang tamu, umpamanya, maka langkah pertama untuk menyucikannya adalah dengan membuang lebih dahulu kotoran yang ada di lantai. Ini berarti najis ‘ainiyahnya sudah tidak ada danyang tersisa adalah najis hukmiyah. Setelah yakin bahwa wujud kotoran itu sudah tidak ada (dengan tidak  adanya warna, bau dan rasa dan lantai juga terlihat kering) baru kemudian menyiramkan air ke lantai yang terkena najis tersebut. Tindakan menyiramkan air ini bisa juga diganti dengan mengelapnya dengan menggunakan kain yang bersih dan basah dengan air yang cukup. Mengetahui macam dan tata cara menyucikan najis adalah satu ilmu yang mesti diketahui oleh setiap muslim mengingat hal ini merupakan salah satu syarat bagi keabsahan shalat dan ibadah lainnya yang mensyaratkannya.

3.     Najis Mughallazhah

Adapun tata cara mensucikan najis sebagai berikut:

Najis Mughallazhah dapat disucikan dengan cara membasuhnya dengan air sebanyak tujuh kali basuhan di mana salah satunya dicampur dengan debu atau tanah yang suci. Namun sebelum dibasuh dengan air haruslah terlebih dahulu dihilangkan ‘ainiyah atau wujud najisnya. Dengan hilangnya wujud najis tersebut maka secara kasat mata tidak ada lagi warna, bau dan rasa najis tersebut. Namun secara hukum (hukmiyah) najisnya masih ada di tempat yang terkena najis tersebut karena belum dibasuh dengan air. Untuk benar-benar menghilangkannya dan menyucikan tempatnya barulah dibasuh dengan air sebanyak tujuh kali basuhan dimana salah satunya dicampur dengan debu. Pencampuran air dengan debu ini bisa dilakukan dengan tiga cara:

Pertama, mencampur air dan debu secara berbarengan baru kemudian diletakkan pada tempat yang terkena najis. Cara ini adalah cara yang lebi utama dibanding cara lainnya.

Kedua, meletakkan debu di tempat yang terkena najis, lalu memberinya air dan mencampur keduanya, baru kemudian dibasuh.

Ketiga, memberi air terlebih dahulu di tempat yang terkena najis, lalu memberinya debu dan mencampur keduanya, baru kemudian dibasuh.

Wallahu a’lam bish Sowab.

 

 

6 Hadits Pendek Mudah Dihafal

Hadits ialah setiap perkataan, perbuataan, atau ketetapan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Dalam bahasa lain, hadits adalah setiap informasi yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw.

1.     Agama

الدِّينُ النَّصِيحَةُ

“Agama adalah nasihat” (HR Muslim, Abu Dawud dan an-Nasai’i)

2.     Niat

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

“Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya” (HR. Bukhori-Muslim)

3.     Hadits Keutamaan Belajar Al Quran

(خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْ اَنَ وَ عَلَّمَهْ (رواه البخاري

Sebaik baik kalian adalah orang yang belajar Al Quran dan yang mengajarkannya.

4.     Hadits Allah Maha Indah

(إِنَّ اللّٰهَ جَمِيْلُ يُحِبُّ الْجَمَلْ ( رواه مسلم

Sesungguhnya Allah itu maha indah dan mencintai keindahan.

5.     Hadits Menyebarkan Salam

(اَفْشُوْا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ (رواه مسلم

Sebarkanlah salam diantara kamu (HR. Muslim)

6.     Hadits Malu

(اَلْحَيَاءُ مِنَ اْلإِيْمَانِ (متفق عليه

Malu itu sebagian dari iman (HR Muttafaq alaih)