SYEIKH IBNU AAJURUUMI


Nama lengkap Syeikh Ibnu Ajurrûm adalah Abu Abdillah Muhammad bin Muhammad bin Dawud Al-Shinhâji, dengan mengkasrahkan huruf Shod, bukan dengan memfathahkannya seperti yang sering disebutkan oleh sebagian kalangan.

Seperti yang diriwayatkan oleh Al-Hamîdi, kalimat Al-Shinhâji ini dinisbatkan kepada salah satu kabilah yang berada di Negeri Maroko yaitu kabilah Shinhâjah. Nama ini kemudian dikenal sebagai Ibnu Ajurrûm.

Kata Ajurrûm menurut Ibnu ‘Imad Al-Hanbaly dalam kitab Syadzarât Al-Dzahab formulasinya dengan memfathahkan huruf Alif mamdûdah, mendhommahkan huruf Jim dan mentasydidkan huruf Ro.

Syeikh Shalih Al-Asmary telah menyebutkan dalam kitabnya “Idhôh Al- Muqaddimah Al-Ajurrûmiyyah”, bahwa kata Ajurrûm ini setidaknya memiliki lima aksen yang berbeda dalam memformulasikan kelima huruf Hijaiyah ini.

Pertama, riwayat Ibnu ‘Anqô’ yang dikuatkan oleh Imam Suyuthi dalam Bughyat Al-Wu’ât yaitu dengan memfathahkan huruf Alif mamdûdah, mendhommahkan huruf Jim dan mentasydidkan huruf Ro, dibaca Ajurrûm.

Kedua, aksen yang diriwayatkan dari Al-Jamal Al-Muthoyyib yaitu dengan memfathahkan huruf Jim, jadi dibaca Ajarrûm.

Ketiga, pendapat yang dinukil oleh Ibnu Ajurrûm sendiri yang ditulis oleh Ibnu Al-Hajjaj dalam kitab “Al-Aqdu Al-Jauhary” dengan formulasi huruf Hamzah tanpa dipanjangkan yang difathahkan, huruf Jim yang disukunkan dan huruf Ro tanpasyiddah jadi dibaca Ajrûm.

Keempat, Aksen yang ditulis oleh Ibnu Maktum dalam Tadzkirohnya yaitu Akrûm, bukan dengan huruf Jim melainkan dengan huruf Kaf.

Kelima, yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Anqô’ bahwa banyak orang membacanya dengan menghapus huruf Hamzahnya sehingga dibaca Jurrûm.

Kata Ajurrûm ini, seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Anqô’ dan dikuatkan oleh Imam Shuyuthi dan Ibnu Al-Hâj, berasal dari bahasa Barbarian -sebuah bangsa yang mayoritas kabilahnya menempati pegunungan di wilayah Afrika bagian selatan- yang berarti Al-Faqîr Al-Shûfy.

Ibnu Ajurrûm dilahirkan di kota Fasa -sebuah kota besar di Negara Maroko– pada tahun 672 H dan wafat di kota itu pada hari Senin ba’da Dzuhur, 20 Shafar 723 H.

Beliau menimba ilmu di Fasa, hingga pada suatu hari beliau bermaksud untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Ketika melewati Mesir, beliau singgah di Kairo dan menuntut ilmu kepada seorang ulama nahwu termasyhur asal Andalusia, yaitu Abû Hayyân -pengarang kitab Al-Bahru Al-Muhith- sampai mendapat restu untuk mengajar dan dinobatkan sebagai salahsatu imam dalam ilmu gramatikal bahasa arab atau ilmu nahwu.

Selain terkenal sebagai ulama nahwu, beliau juga terkenal sebagai ahli fikih, sastrawan dan ahli matematika, di samping itu beliau menggeluti ilmu seni lukis, kaligrafi dan tajwid. Karya yang dipersembahkannya berupa kitab-kitab yang ia karang dalam bentuk arjuzah, bait-bait nadzam dalam ilmu qiro’at dan lain sebagainya. Dua diantara karyanya yang terkenal adalah kitab “Farâ’id Al-Ma’âni fî Syarhi Hirzi Al-Amâni dan kitab “Al-Muqaddimah Al-Ajurrûmiyyah”.

Identitas Kitab

Dalam penamaannya kitab ini dikenal dengan nama yang dinisbatkan kepada pengarangnya, sehingga kitab ini dikenal dengan nama Al-Ajurrûmiyyah atau Al-Jurmiyyah. Sebagaimana tatacara penisbatan dalam gramatikal bahasa arab bahwa murokkab idhofi (kata kompleks) yang disandarkan seperti kata Ibnu Ajurrûm pada bab nisbat biasanya dihapus awal katanya dan dinisbatkan pada kata kedua. (lihat Alfiah Ibnu Malik, Bab Nasab bait 870-871).

Kitab ini dikenal juga dengan nama Al-Muqaddimah Al-Ajurrûmiyyah atau Muqaddimah Ibnu Ajurrûm. Dinamakan Muqaddimah karena bentuk karangannya adalah muqaddimah atau dalam bahasa indonesianya bentuk karangan prosa bukan berupa bait-bait nadzam.

Selain tidak memberi nama khusus pada kitabnya, Ibnu Ajurrûm juga tidak menyebutkan kapan kitab ini dikarang sehingga para penulis biography tidak mengetahui secara pasti kapan kitab ini disusun. Hanya saja Ibnu Maktum yang sejaman dengan Ibnu Ajurrûm dalam Tadzkirahnya menyebutkan bahwa kitab itu dikarang sekita tahun 719 H.

Adapun tempat penulisan kitab ini, Al-Râ’i, Ibnu Al-Hâj dan Al-Hamîdy meriwayatkan bahwa Ibnu Ajurrûm mengarang kitab ini sepanjang perjalanan beliau menuju Makkah. Imam Suyuthy dalam Bughyat Al-Wu’ât menyebutkan bahwa Ibnu Ajurrûm berkiblat pada ulama Kufah dalam karangan nahwunya. Hal ini dibuktikan dalam pembahasan asma’ al-khamsah yang merupakan pendapat ulama Kufah, sedang ulama Bashrah menambahkannya menjadi asma’ al-sittah. Hal lain yang mengindikasikan ke-Kufah-annya adalah dengan memasukan “kaifama” dalam jawazim, adalah hal yang ditentang oleh ulama Bashrah.

Kitab ini mendapat apresiasi yang sangat besar baik dari kalangan para ulama maupun para murid. Bentuk apresiasi ini terlihat dari munculnya para ulama yang menciptakan bait-bait nadzam, syarah dan komentar dari kitab ini. Pengarang kitab “Kasyfu Al-Dzunûn” menyebutkan bahwa diperkirakan lebih dari sepuluh kitab yang menjadi nadzam, syarah, dan komentar dari kitab ini.

Diantara yang menciptakan bait-bait nadzam dari kitab ini adalah Abdul Salam Al-Nabrâwy, Ibrahim Al-Riyâhy, ‘Alâ Al-Dîn Al-Alûsy dan yang paling terkenal adalah kitab “Matnu Al-Durrah Al-Bahiyyah” karangan Syarafuddin Yahya Al-‘Imrîthy.

Adapun yang menjadi syarah kitab ini diantaranya adalah;

1.Kitab “Al-Mustaqil bi Al-Mafhumiyyah fi Syarhi Alfadzi Al-Ajurrûmiyyah” yang dikarang oleh Abi Abdillah Muhammad bin Muhammad Al-Maliky yang dikenal sebagai Al-Ra’î Al-Andalusy Al-Nahwy Al-Maghriby.

2.Kitab “Al-Durrah Al-Nahwiyyah fî Syarhi Al-Ajurrûmiyyah” karangan Muhammad bin Muhammad Abi Ya’lâ Al-Husainy Al-Nahwy.

3.Kitab “Al-Jawâhir Al-Mudhiyyah fî halli Alfâdz Al-Ajurrûmiyyah” karangan Ahmad bin Muhammad bin Abdul Salam.

Al-Hamidy dalam hasyiahnya menceritakan bahwa Ibnu Ajurrûm setelah selesai mengarang kitab ini, beliau melemparkan kitabnya ke laut dan berkata: “Jika kitab ini murni karena mengharap ridha Allah maka ia tidak akan basah”, dan kitab itu tetap kering. Wallahu a’lam.

Pengarang Maulid Al-Barzanji

Sayyid Ja‘far bin Hasan bin ‘Abdul Karim bin Muhammad bin Rasul Al-Barzanji, pengarang Maulid Barzanji, adalah seorang ulama besar keturunan Nabi SAW dari keluarga Sadah Al-Barzanji yang termasyhur, berasal dari Barzanj di Irak. Beliau lahir di Madinah Al-Munawwarah pada tahun 1126 H (1714 M). Datuk-datuk Sayyid Ja‘far semuanya ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan dan keshalihannya.

Sayyid Muhammad bin ‘Alwi bin ‘Abbas Al-Maliki dalam Hawl al-Ihtifal bi Dzikra al-Mawlid an-Nabawi asy-Syarif pada halaman 99 menulis sebagai berikut : “Al-Allamah Al-Muhaddits Al-Musnid As- Sayyid Ja`far bin Hasan bin `Abdul Karim Al-Barzanji adalah mufti Syafi`iyyah di Madinah Al-Munawwarah. Terdapat perselisihan tentang tahun wafatnya. Sebagian menyebutkan, beliau meninggal pada tahun 1177 H (1763 M). Imam Az-Zubaid dalam al-Mu`jam al-Mukhtash menulis, beliau wafat tahun 1184 H (1770 M). Imam Az-Zubaid pernah berjumpa beliau dan menghadiri majelis pengajiannya di Masjid Nabawi yang mulia. Beliau adalah pengarang kitab Maulid yang termasyhur dan terkenal dengan nama Mawlid al-Barzanji. Sebagian ulama menyatakan nama karangannya tersebut sebagai ‘Iqd al-Jawhar fi Mawlid an-Nabiyyil Azhar.

Kitab Maulid karangan beliau ini termasuk salah satu kitab Maulid yang paling populer dan paling luas tersebar ke pelosok negeri Arab dan Islam, baik di Timur maupun Barat. Bahkan banyak kalangan Arab dan non-Arab yang menghafalnya dan mereka membacanya dalam acara-acara (pertemuan-pertemuan) keagamaan yang sesuai. Kandungannya merupakan khulashah (ringkasan) sirah nabawiyyah yang meliputi kisah kelahiran beliau, pengutusannya sebagai rasul, hijrah, akhlaq, peperangan, hingga wafatnya.”

Kitab Mawlid al-Barzanji ini telah disyarahkan oleh Al-Allamah Al-Faqih Asy-Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Maliki Al-Asy‘ari Asy-Syadzili Al-Azhari yang terkenal dengan panggilan Ba‘ilisy dengan pensyarahan yang memadai, bagus, dan bermanfaat, yang dinamakan al-Qawl al-Munji ‘ala Mawlid al-Barzanji dan telah berulang kali dicetak di Mesir. Beliau seorang ulama besar keluaran Al-Azhar Asy-Syarif, bermadzhab Maliki, mengikuti paham Asy‘ari, dan menganut Thariqah Syadziliyyah. Beliau lahir pada tahun 1217 H (1802 M) dan wafat tahun 1299 H (1882 M).

Selain itu, ulama terkemuka kita yang juga terkenal sebagai penulis yang produktif, Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani Al-Jawi, pun menulis syarahnya yang dinamakannya Madarijush Shu‘ud ila Iktisa-il Burud. Kemudian, Sayyid Ja‘far bin Isma‘il bin Zainal ‘Abidin bin Muhammad Al- Hadi bin Zain, suami anak satu-satunya Sayyid Ja‘far Al-Barzanji, juga menulis syarah kitab Mawlid al-Barzanji tersebut yang dinamakannya al-Kawkabul-Anwar ‘ala ‘Iqd al-Jawhar fi Mawlidin-Nabiyyil-Azhar. Sebagaimana mertuanya, Sayyid Ja‘far ini juga seorang ulama besar lulusan Al-Azhar Asy-Syarif dan juga seorang mufti Syafi‘iyyah. Karangankarangan beliau banyak, di antaranya Syawahid al-Ghufran ‘ala Jaliy al-Ahzan fi Fadha-il Ramadhan, Mashabihul Ghurar ‘ala Jaliyyil Qadr, dan Taj al-Ibtihaj ‘ala Dhau’ al-Wahhaj fi al-Isra’ wa al-Mi‘raj.

Beliau pun menulis manaqib yang menceritakan perjalanan hidup Sayyid Ja‘far Al-Barzanji dalam kitabnya ar-Raudh al-‘Athar fi Manaqib as-Sayyid Ja‘far.

Kembali kepada Sayyidi Ja‘far Al-Barzanji. Selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut. Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlaq, dan taqwanya, tetapi juga karena karamah dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdoa untuk mendatangkan hujan pada musim-musim kemarau. Diceritakan, suatu ketika di musim kemarau, saat beliau sedang menyampaikan khutbah Juma’tnya, seseorang meminta beliau beristisqa’ memohon hujan. Maka dalam khutbahnya itu beliau pun berdoa memohon hujan. Doanya terkabul dan hujan terus turun dengan lebatnya hingga seminggu, persis sebagaimana yang pernah terjadi pada zaman Rasulullah SAW dahulu. Sayyidi Ja‘far Al-Barzanji wafat di Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi‘. Sungguh besar jasa beliau. Karangannya membawa umat ingat kepada Nabi SAW, membawa umat mengasihi beliau, membawa umat merindukannya.

Sayyid Ja’far Al-Barzanji adalah seorang ulama’ besar keturunan Nabi Muhammad saw dari keluarga Sa’adah Al Barzanji yang termasyur, berasal dari Barzanj di Irak. Datuk-datuk Sayyid Ja’far semuanya ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan dan keshalihannya. Beliau mempunyai sifat dan akhlak yang terpuji, jiwa yang bersih, sangat pemaaf dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan Al-Quran dan Sunnah, wara’, banyak berzikir, sentiasa bertafakkur, mendahului dalam membuat kebajikan bersedekah,dan pemurah. Nama nasabnya adalah Sayid Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Sayid ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Sayid ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja’far As-Sodiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali r.a.

Semasa kecilnya beliau telah belajar Al-Quran dari Syaikh Ismail Al-Yamani, dan belajar tajwid serta membaiki bacaan dengan Syaikh Yusuf As-So’idi dan Syaikh Syamsuddin Al-Misri.Antara guru-guru beliau dalam ilmu agama dan syariat adalah : Sayid Abdul Karim Haidar Al-Barzanji, Syeikh Yusuf Al-Kurdi, Sayid Athiyatullah Al-Hindi. Sayid Ja’far Al-Barzanji telah menguasai banyak cabang ilmu, antaranya: Shoraf, Nahwu, Manthiq, Ma’ani, Bayan, Adab, Fiqh, Usulul Fiqh, Faraidh, Hisab, Usuluddin, Hadits, Usul Hadits, Tafsir, Hikmah, Handasah, A’rudh, Kalam, Lughah, Sirah, Qiraat, Suluk, Tasawuf, Kutub Ahkam, Rijal, Mustholah.

Syaikh Ja’far Al-Barzanji juga seorang Qodhi (hakim) dari madzhab Maliki yang bermukim di Madinah, merupakan salah seorang keturunan (buyut) dari cendekiawan besar Muhammad bin Abdul Rasul bin Abdul Sayyid Al-Alwi Al-Husain Al-Musawi Al-Saharzuri Al-Barzanji (1040-1103 H / 1630-1691 M), Mufti Agung dari madzhab Syafi’i di Madinah. Sang mufti (pemberi fatwa) berasal dari Shaharzur, kota kaum Kurdi di Irak, lalu mengembara ke berbagai negeri sebelum bermukim di Kota Sang Nabi. Di sana beliau telah belajar dari ulama’-ulama’ terkenal, diantaranya Syaikh Athaallah ibn Ahmad Al-Azhari, Syaikh Abdul Wahab At-Thanthowi Al-Ahmadi, Syaikh Ahmad Al-Asybuli. Beliau juga telah diijazahkan oleh sebahagian ulama’, antaranya : Syaikh Muhammad At-Thoyib Al-Fasi, Sayid Muhammad At-Thobari, Syaikh Muhammad ibn Hasan Al A’jimi, Sayid Musthofa Al-Bakri, Syaikh Abdullah As-Syubrawi Al-Misri.

Syaikh Ja’far Al-Barzanji, selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut. Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlak dan taqwanya, tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdo’a untuk hujan pada musim-musim kemarau.

Setiap kali karangannya dibaca, shalawat dan salam dilatunkan buat junjungan kita Nabi Muhammad SAW, selain itu juga tidak lupa mendoakan Sayyid Ja‘far, yang telah berjasa menyebarkan keharuman pribadi dan sirah kehidupan makhluk termulia di alam raya. Semoga Allah meridhainya dan membuatnya ridha.