AMALAN AGAR MUDAH MENGHAFAL DAN TIDAK CEPAT LUPA

Untuk mendapatkan ilmu Agama maupun yang lainnya atau wawasan agar dimudahkan dalam menghafal pelajaran atau ilmu yang kita pelajari serta tidak mudah lupa. Adapun jalan yang harus di tempuh untuk mudah menangkap pelajaran dari teori pembelajaran baik itu dari hasil mendengarkan ataupun dari hasil membaca untuk bisa dicerna ke dalam otak secara komprehensif.

Berdasarkan uraian diatas  disebutkan dalam kitab Durratu al-Nashihin terdapat keterangan sebagai berikut :

من اراد أن يحفظ العلم فعليه ان يلازم خمس خصال : الأولى صلاة الليل ولوركعتين , والثانية دوام الوضوء , ولثالثة التقوى في السر والعلانية , والرابعة ان يأكل للتقوى لاللشهوات , والخامسة السواك .

Artinya : Barangsiapa yang ingin menghafal ilmu, maka ia mesti melakukan lima perkara : pertama , shalat malam (Tahajjud) walaupun hanya dua raka’at, kedua terus menerus punya wudhu’ (menjaga wudhu’),ketiga bertaqwa kepada Allah, baik ditempat sepi maupun ditempat yang ramai. Ke-empat, makan untuk meningkatkan ketaqwaan, bukan karena mengikuti hawa nafsu. Kelima, rajin bersiwak . (Kitab Durratu an-Nashihin halaman 15).

Dan di dalam kitab Ta’limul Muta’allim juga terdapat keterangan sebagai berikut :

وأقوى أسباب الحفظ : الجد والماظبة وتقليل الغذاء وصلاة الليل , وقراءة القرآن من اسباب الحفظ , قيل : ليس شيء أزيد للحفظ من قراءة القرآن نظرا .

Artinya : Dan adapun sebab-sebab yang paling utama untuk kuat hafalan ialah bersungguh-sungguh, ulet, tidak banyak makan, dan shalat malam. Adapun membaca al-Qur’an, termasuk penyebab kuat hafalan. Ada Ulama’ yang berkata : tidak ada sesuatupun yang lebih menambah kuatnya hafalan dari pada membaca al-Qur’an sambil melihat al-Qur’an. (Kitab Ta’limul Muta’allim, halaman 54).

Dari penjelasan di atas dapat dipetik kesimpulan bahwa jika seseorang ingin kuat hafalan, maka ia harus melakukan hal-hal berikut ini :

1.     Rajin shalat tahajjud, sekalipun hanya dua raka’at. Setelah shalat tahajjud lalu berdo’a, memohon kepada Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang supaya dikuatkan hafalan.

2.     Terus – menerus punya wudhu’. Kalau batal segera berwudhu’ lagi.

3.     Apabila makan hendaklah diniatkan untuk lebih semangat dalam beribadah, bukan karena dorongan hawa nafsu semata.

4.     Rajin bersiwak (membersihkan/menggosok gigi).

5.     Serius dan ulet dalam menghafal, tidak cepat jemu.

6.     Jangan terlalu banyak makan, bahkan lebih baik lagi kalau sering berpuasa, terutama hari senin dan kamis.

7.     Rajin membaca al-Qur’an sambil melihat al-Qur’an.

8.     Selalu bertaqwa kepada Allah dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, baik ditempat ramai maupun ditempat sunyi.

Imam Syafi’i dalam salah satu gubahannya pernah berkata : “ saya telah mengadukan kepada imam Waki’, tentang buruknya hafalanku. Lalu beliau memberi nasihat kepada ku agar meninggalkan segala macam maksiat, karena bahwasanya hafal ilmu itu adalah karunia Allah, dan karunia Allah itu tidak akan dihadiahkan kepada orang-orang yang berbuat maksiat “.

Menurut ahli psikologi : “ Orang yang menghafal suatu ilmu harus berada dalam kondisi badan yang sehat sempurna sehingga saraf-saraf yang berada di otak dalam keadaan baik dan kuat “.

Dan yang tidak kalah penting untuk diperhatikan agar hafalan itu benar-benar kuat dan lengket diotak ialah sering mengulang-ngulang menghafalnya.

Ada pepatah dalam bahasa Arab yang mengatakan :

 

التكرار يفيد القرار

Artinya : Mengulang-ulang itu dapat menjadikan kuat hafalan . 

            Masih dalam Ta'limul Muta'alim, diterangkang tentang Penyebab Lupa :

وأما ما يورث النسيان فهو: المعاصى وكثرة الذنوب والهموم والأحزان فى أمور الدنيا، وكثرة الإشتغال والعلائق، وقد ذكرنا أنه لا ينبغى للعاقل أن يهتم لأمر الدنيا لأنه يضر ولا ينفع، وهموم الدنيا لا تخلو عن الظلمة فى القلب، وهموم الآخرة لا تخلو عن النور فى القلب، ويظهر أثره فى الصلاة، فهم الدنيا يمنعه من الخيرات، وهم الآخرة يحمله عليه

Penyebab lupa adalah laku maksiat, banyak dosa, gila dan gelisah karena urusan dunia. Seperti telah kami kemukakan di atas, bahwa orang yang berakal itu jangan tergila-gila dengan perkara dunia, karena akan membahayakan dan sama sekali tidak ada manfaatnya. Gila dunia tak lepas dari akibat kegelapan hati, sedang gila akhirat tak lepas dari akibat hati bercahaya yang akan tersakan di kala shalat. Kegilaan dunia akan menghalangi berbuat kebajikan, tetapi kegilaan akhirat akan membawa kepada amal kebajikan.

والإشتغال بالصلاة على الخشوع وتحصيل العلم ينفى الهم والحزن، كما قال الشيخ نصر بن الحسن المرغينانى فى قصيدة له:

استعن نصر بن الحسن فــــــــى كل علم يحتـزن

ذاك الذى ينفى الحــزن وما سواه باطل لا يؤتمن

Membuat dirinya terlena melakukan shalat dengan khusu dan mempelajari ilmu pengetahuan itu dapat menghilangkan kekacauan dalam hati, sebagaimana tersebut di dalam gubahan Syaikhul Islam Nasrhr Ibnul Hasan Al-Marghibani :

Mohonlah inayah, oh Nasr putra Al-Hasan

Untuk mencapai ilmu yang tersimpan

Hanya itu, yang bisa membuang duka

Selain itu, jangan percaya

وأما أسباب نسيان العلم: فأكل الكزبرة الرطبة، والتفاح الحامض، والنظر إلى المصلوب، وقراءة الخط المكتوب على حجارة القبور، والمرور بين قطار الجمال، وإلقاء القمل الحي على الأرض، والحجامة على نقرة القفا، كلها يورث النسيان

Sebab-sebab yang membuat mudah lupa, yaitu makan ketumbar, buah apel masam, melihat salib, membaca tulisan pada kuburan, berjalan disela-sela unta terakit, membuang ke tanah kutu yang masih hidup, dan berbekam pada tengkuk kepala. Singkirilah itu semua, karena membuat orang jadi pelupa.

Macam-macam Air

Ditinjau dari segi kegunaan sebagai sarana bersuci (thahârah), air dibagi menjadi empat macam:

1. Air suci yang bisa menyucikan dan tidak makruh digunakan

Yang bisa masuk dalam kategori ini adalah tujuh macam air yang keluar dari perut bumi atau yang turun dari langit (air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air sumber, air es atau salju, dan air embun.).[1] Tujuh macam air di atas hukumnya suci, bisa menyucikan dan tidak makruh digunakan, asal tidak termasuk dalam 3 kategori air yang akan diterangkan berikutnya.

2. Air suci yang tidak bisa menyucikan

Yang masuk dalam kategori ini adalah:

a) Air musta’mal, yaitu air yang sudah digunakan untuk menghilangkan hadas atau najis. Air ini hanya bisa digunakan untuk kebutuhan selain bersuci, seperti minum, memasak dan lain sebagainya. Maka dari itu, seumpama melakukan wudhu dan airnya kurang dari dua kullah maka diharapkan menggunakan alat ciduk, tidak mengambil air secara langsung. Hal itu untuk menjaga kemurnian air.

b) Air buah-buahan atau tumbuh-tumbuhan semacam air kelapa, dan air semangka.

c) Air mutlak yang tercampur benda suci yang larut, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan mencolok pada sifat air. Contohnya, air teh atau air yang tercampur oleh sabun sampai terjadi perubahan mencolok sehingga ada perubahan nama dari air saja menjadi air teh.  Jika perubahannya hanya sedikit maka tetap bisa menyucikan.

 

Tidak masuk dalam kategori ini:

1) air yang berubah karena terlalu lama diam;

2) air yang berubah sifatnya karena tertular oleh benda yang mendampinginya, misalnya air yang berbau busuk karena di dekat air itu ada bangkai;

3) air yang berubah disebabkan benda yang terendam di dalam air itu asal benda itu tidak larut dan bisa dibedakan dari airnya dengan mata telanjang, misalnya air yang berubah busuk baunya karena direndami kayu,

4) air yang berubah karena tercampur benda yang memang lazim bersinggungan dengan air, semisal debu, dan lumut.

Empat kategori ini masih tetap bisa menyucikan meskipun terjadi perubahan mencolok pada bau, warna, maupun rasa dari air itu.

3. Air suci dan dapat menyucikan namun makruh digunakan.

Air ini makruh digunakan karena ada efek negatif, yaitu air yang panas karena terkena sinar matahari dan wadahnya terbuat dari bahan yang dicetak dengan menggunakan api, seperti besi dan sejenisnya.[2] Tidak termasuk dalam kategori ini, wadah yang terbuat dari emas dan perak. Begitu juga makruh, menggunakan air yang terlalu panas dan terlalu dingin. Hukum makruh tersebut tidak berlaku jika airnya sudah dingin.

4. Air najis

Yang dimaksud di sini adalah air yang terkena najis. Air bisa menjadi najis karena dua kemungkinan:

1) jika airnya banyak (mencapai dua qullah) lalu terkena najis, maka air tersebut menjadi najis apabila terjadi perubahan pada salah satu sifatnya (bau, rasa dan warna). Bila tidak terjadi perubahan sama sekali maka tetap suci;

2) jika airnya sedikit, kemudian terkena najis, maka air tersebut menjadi najis, baik terjadi perubahan sifat atau tidak.

Air bisa disebut sedikit apabila tidak mencapai dua qullah. Mengenai ukuran dua qullah ulama masih beda pendapat. Menurut Imam Nawawi dua qullah = 174,580 liter (ukuran wadah bersegi empat = 55,9 cm3); menurut Imam Rafi’i = 176,245 liter (ukuran wadah bersegi empat  = 56,1 cm3) [3]

 

============

Dari buku : Shalat itu Indah dan Mudah (Buku Tuntunan Shalat)



[1] Dalam kitab-kitab fikih, air jenis ini biasa disebut dengan “air muthlaq”, yakni air suci yang tidak memiliki qayyid permanen (embel-embel/batasan yang mengikat), juga tidak tercampur oleh benda lain sehingga dapat mengubah nama atau status air tersebut. Maksud dari qayyid permanen yang bisa menghilangkan ke-muthlaq-an air di sini adalah nama tambahan yang tidak bisa terlepas, seperti air kelapa atau air mawar. Kata “kelapa” atau “mawar” merupakan embel-embel yang tidak akan terlepas meskipun air itu dipindah dari satu tempat ke tempat lain. Bila embel-embel itu bisa lepas maka tidak mempengaruhi ke-mutlaq-an dari air, misalnya air laut, air hujan, air sumur, dst. Tambahan kata “laut” disebabkan karena memiliki ikatan dengan tempat, yaitu laut. Jika airnya dipindah maka namanya juga akan berubah menjadi air kendi, air gelas dan lain sebagainya. Qayyid “laut” juga akan hilang ketika air tersebut dipindah ke jeding sehingga menjadi “air jeding”. Ketika dimasukkan ke dalam kendi maka menjadi “air kendi”. Maka hukum dari air tersebut tetap termasuk air muthlaq yang suci dan menyucikan.

[2] Sebenarnya, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai makruhnya menggunakan air yang panas akibat sinar matahari. Imam Nawawi menyatakan bahwa air tersebut tidak makruh digunakan.

[3] Lihat Kaifiah dan Hikmah Shalat vesi Kitab Salaf  hlm. 09.

Adab Ketika Makan

pexels-valeria-boltneva-1579926

Tata cara atau adab sebelum makan ialah : Membasuh tangan, Meletakkan makanan yang hendak dimakan di atas tikar (alas) atau meja duduk. Niat mendapatkan kekuatan untuk menjalankan ibadah. Tidak terlalu kenyang. Menyukai terhadap makanan yang ada. Tidak menghina makanan yang ada dan mencari teman untuk diajak makan bersama.

Adapun tata cara ketika sedang makan ialah : Membaca Bismillah dengan keras, agar orang lain mau membacanya pula. Menggunakan tangan kanan. Memperkecil suapan. Mengunyah dengan baik sampai lumat. Tidak mengulurkan tangan untuk mengambil makanan lagi sebelum makanan di mulut habis. Mengambil makanan yang ada di hadapannya saja, kecuali jika berupa buah-buahan. Tidak meniup makanan. Tidak memotong makanan dengan pisau. Tidak mengusap-usapkan tangan pada makanan. Tidak meletakkan (mencampur) biji kurma (buah lain) di tempat kurma (buah) dan tidak minum, kecuali ketika benar-benar memerlukannya.

Sedangkan tata cara sesudah makan ialah : Mengakhiri makan sebelum terlalu kenyang. Membasuh kedua tangan sesudah menjilatnya. Membersihkan makanan yang tercecer dan membaca Alhamdulillah.